Penulis: Nasha Y. Lubis | Editor: Ratna MU Harahap
Siang ini, setelah mengikuti konser Kemerdekaan anak saya dan sekolah biolanya dengan tema kemerdekaan, saya jadi mellow sendiri.Lagu-lagu seperti Tanah Airku karya Ibu Sud, hingga Gugur Bunga karya Ismail Marzuki dimainkan dengan iringan strings, yang by default memang lebih menyayat hati ya suaranya.Bayangkan suara biola yang dalam yang sesekali diselingi vibrasi, dipadu dengan cello dan piano.
Saya jadi membayangkan suasana saat itu sebelum Indonesia Merdeka.Iseng saya mulai membuka google untuk membaca cerita-cerita lama.Tanpa sengaja saya kemudian menemukan beberapa kisah cinta para pahlawan kemerdekaan kita dari berbagai media tetapi dengan cerita yang sama.Kisah pertama yang membuat saya senyum-senyum sambil kagum adalah kisah cinta Bung Tomo dan Ibu Sulistina. Bung Tomo dan Ibu Sulistina bertemu pada bulan November 1945.Awalnya Bung Tomo kepincut paras Tien yang ramping dengan kulit putih.Dari beberapa media, disebutkan bahwa awalnya Ibu Tien ini acuh tak acuh pada Bung Tomo walaupun diam-diam berdebar-debar apabila Bung Tomo dating menghampiri. Tapi Bung Tomo ini memang romantis.Suatu ketika, Bung Tomo mengajak Sulistina mendatangi pertemuan di gedung Komite Nasional Indonesia Pusat di Malang. Dalam pertemuan tersebut, Bung Tomo menyanyi di depan panggung. Lagunya: Rindu Lukisan. Selama bernyanyi, Bung Tomo selalu menatap Ibu Tien. Melihat hal tersebut, kawan-kawan Tien mengatakan kepadanya bahwa Bung Tomo menyukainya. Bung Tomo akhirnya menikahi Ibu Tien pada 19 Juni 1947.Bila ada kesempatan berdua mereka akan pergi keluar untuk sekedar nonton film di bioskop. Jika filmnya selesai mereka akan pergi ke bioskop lain dengan berjalan kaki. Di saat itulah mereka akan membicarakan banyak hal dan tertawa bersama.Sepeninggalan Bung Tomo, Ibu Sulistina baru tahu kalau di dalam dompet suaminya ada foto dirinya. Di belakang foto itu ada tulisan “iki bojoku”. Ada satu foto lagi yang bertuliskan “Tien istri Tomo.”.
Lain lagi dengan kisah cinta Panglima Besar Jenderal Soedirman.Terkutip dalam buku Soedirman & Alfiah: Kisah-Kisah Romantis Panglima Besar Jenderal Soedirman Karya E. Rokajat Asura bahwa Sang Panglima Besar memiliki kasih yang besar terhadap istrinya dan anak-anaknya. Di tengah hiruk pikuknya peperangan, Jendral Soedirman masih memikirkan istrinya. Beliau memberikan sebuah bungkusan yang berisi beberapa dus bedak dan pakaian baru. Pernah juga beliau membelikan sang istri sebuah jepit rambut yang disimpan terus oleh sang istri sampai akhir hayatnya.Kesetiaan Alfiah ditunjukan dengan seluruh jiwa dan raganya. Sampai-sampai beliau menjual seluruh perhiasan pemberian orang tuanya untuk bekal Jenderal Soedirman di medan peperangan.Bahkan Alfiah pun tetap kuat dan tegar disaat beliau kerap ditingggal oleh Sang Jenderal Besar menuju peperangan.Tercatat pada 17 Desember 1948, Jenderal Sudirman kembali berdiri dan memutuskan untuk kembali masuk ke hutan untuk bergerilya padahal saat itu, beliau sudah didiagnosa dengan penyakit tuberculosis. Kondisinya sudah lemah tapi Ibu Alfiah merelakan Sang Jenderal untuk kembali mengemban tugasnya.Sang Jenderal pernah berkata: ‘’Kau menghabiskan seluruh waktu untuk mengurus anak-anak dan rumah tangga. Penghargaan apa yang sepantasnya kau terima? Tetapi kalaupun ada, tampaknya aku tak akan sanggup mengabulkannya.’’
Alfiah pun membalas ungkapan tersebut.
‘’Aku menghabiskan seluruh waktu untuk anak-anak dan rumah tangga, tetapi Bapak menghabiskan seluruh waktu untuk bangsa dan negara. Maka, kalaupun ada penghargaan yang aku terima, aku akan serahkan penghargaan itu kepadamu, Pak.’’
76 tahun setelah Indonesia merdeka, apakah kisah cinta generasi penerus bangsa sudah merasakan kemerdekaan dalam percintaannya?
Kisah cinta saya belum merdeka.Memang sih, saya tidak perlu bersembunyi dari Belanda yang sewaktu-waktu bisa menangkap dan mengambil nyawa saya atau pasangan saya, tetapi nyatanya saya masih bersembunyi dibalik gambaran cliché pacar atau bahkan rumah tangga yang ideal.Tuntutan gambaran ideal yang cukup sulit dicapai, padahal seperti juga Ibu Tien, saya sudah bahagia ketika sang pujaan hati naik ke panggung, menyanyi sambil menatap saya lekat-lekat seperti Bung Tomo.Saya juga happy-happy saja kalau harus mendukung pasangan secara materi apabila memang bisa seperti Ibu Alfiah kepada Jendral Soedirman.Tapi, kungkungan nilai belum memerdekakan kebahagian yang sederhana seperti itu.Tuntutan keluarga dan lingkungan atas gambaran Ideal terutama ideal menurut adat ketimuran memang bisa menantang.Semoga kalaupun bukan generasi saya, generasi anak-anak saya bisa merasakan kemerdekaan cinta yang lebih hakiki.
Referensi:
- ilovelife.co.id – Diakses 15 Agustus 2021
- idntimes.com – Diakses 15 Agustus 2021
- dream.co.id – Diakses 15 Agustus 2021
1 Comment
disebutkan bahwa awalnya Ibu Tien ini acuh tak acuh pada Bung Tomo walaupun diam-diam berdebar-debar apabila Bung Tomo dating menghampiri.