“Coming home is one of the most beautiful things.”
-ANDRE RIEU
Kutipan di atas benar – benar menunjukkan suara hati saya saat ini, di mana saya selalu menunggu saat – saat pulang ke rumah. Karena saya tahu, di rumah saya bisa melepas segala kepenatan, melupakan rasa kesal dan kecewa yang seharian saya rasakan di luar dan menjadi diri sendiri yang sebenar – benarnya.
Zaman dahulu rumah yang dimaksud adalah rumah yang dihuni bersama orang tua saya. Kebetulan rumah itu sudah saya tempati sejak lahir sampai saya menikah dan pindah ke rumah sendiri. Saya masih ingat, dulu saya belajar naik sepeda di jalan depan rumah yang kebetulan tidak terlalu ramai. Sementara di sudut lain, kakak saya dan tetangga – tetangga sedang main masak – masakkan menggunakan daun – daun yang berserakan. Di rumah itu juga banyak kenangan dari mulai yang manis seperti lulus sekolah dengan nilai memuaskan, dengan bangga pamer SIM pertama pada orang – orang yang ada di rumah, pesta ulang tahun atau selamatan yang diadakan di rumah. Ada juga kenangan – kenangan yang kurang manis tapi masih membekas, seperti pagar rumah yang sedikit bengkok karena “diterjang” mobil ketika adik saya baru belajar, pertengkaran – pertengkaran yang terjadi karena hal – hal sepele, dan masih banyak lagi. Tapi seingat saya, kemanapun saya pergi, selalu ada rasa lega ketika kembali ke rumah.
Saat ini, di awal masa berkeluarga, saya selalu ingin membuat rasa yang sama terhadap rumah kepada anak – anak saya. Saya ingin mereka selalu merasa “harus” untuk kembali pulang, bahwa rumah adalah sebuah oasis tempat mereka bisa tumbuh dan mencari identitas diri, tempat mereka pertama belajar hal – hal yang baru dan mendasar, tempat dimana mereka belajar bersosialisasi dan mengasah rasa terhadap orang lain di luar keluarga, tempat mereka bersiap untuk menghadapi kehidupan di luar sana nanti.
Sayangnya saat ini saya belum bisa menerapkan banyak hal di hunian kami sekarang. Walaupun secara lokasi posisinya berada tidak terlalu jauh dari pusat kota, tapi ada beberapa konsekuensi yang harus kami hadapi seperti keterbatasan lahan sehingga tidak punya halaman yang cukup luas. Jalan di depan rumah juga agak padat sehingga saya tidak pernah bisa mengajak anak saya untuk bersepeda di depan rumah. Akibatnya, sampai sekarang di usianya yang hampir 8 tahun anak saya belum bisa naik sepeda.
Lingkungan sekitar juga walaupun padat penduduk, tapi bukan merupakan lingkungan yang akrab. Bisa dihitung dengan jari berapa kali saya bertegur sapa dengan tetangga kanan dan kiri. Saya hanya kenal dengan Pak RT saja yang rutin menagih iuran lingkungan setiap bulan. Kondisi ini menyebabkan keamanan lingkungan kurang kondusif. Beberapa kali terjadi pencurian, tapi warga tidak tahu karena memang tidak pernah melihat – lihat ke lingkungan sekitar.
Hal ini mungkin disebabkan karena faktor lingkungan yang kurang nyaman, sehingga warga terpaksa mencari aktivitas hiburan atau bermain di tempat lain. Anak saya saja kurang kenal dengan anak lain di lingkungan ini, karena mereka jarang bermain bersama, ya karena tidak ada sarananya juga sih.
Banyak “fungsi” rumah yang tidak saya dapatkan di lingkungan yang sekarang ini. Sehingga suatu hari saya dan suami memutuskan untuk mencari “sarang” baru untuk keluarga kami. Pencarian ini kami fokuskan pada daerah BSD City.
Kenapa BSD City?
Pertama karena di BSD City sudah banyak sekolah yang baik dan bermutu. Saya tinggal pilih mau memasukkan anak saya ke Santa Ursula, Sinar Mas World Academy, atau sekolah – sekolah lain yang terletak di sana. Hal ini menjadi pemikiran utama karena anak saya masih usia sekolah, dan penting bagi kami untuk memasukkan dia ke sekolah yang bermutu.
Kedua adalah akses menuju BSD City. Saat ini BSD City sudah memiliki akses tol dari beberapa wilayah yang langsung menuju ke sana. Ada juga feeder bus, yang akan membawa kita ke halte busway terdekat. Selain itu keberadaan stasiun kereta juga menguntungkan para pekerja yang menggunakan kereta sebagai transportasi harian. Intinya di BSD City, apapun pilihan alat transportasi Anda, maka Anda tetap akan merasa nyaman.
Ketiga karena saya melihat BSD City ini adalah sebuah cikal bakal kota yang akan terus berkembang. BSD city yang 4 tahun lalu pernah saya datangi sudah jauh berkembang pesat dengan sekarang. Pembangunan terus berjalan di setiap sudutnya. Infrastruktur juga terus berkembang. Sarana hiburan juga termasuk lengkap, sehingga tidak perlu jauh – jauh ke pusat kota untuk mendapatkan hiburan berkualitas. Bandingkan dengan area rumah saya sekarang yang berkembang hanya pada area macetnya saja.
Setelah berkeliling di area BSD City, kami dihadapkan pada pilihan yang cukup sulit. Apakah mau pilih hunian jenis apartemen atau rumah tapak. Jenis rumah tapaknya pun beragam. Cukup lama juga saya dan suami menghabiskan waktu di Marketing Office BSD City untuk mengamati maket – maket yang ada. Untung saja sales yang mendampingi cukup sabar dalam menjawab pertanyaan – pertanyaan kami.
Ada 2 hunian yang menjadi pilihan utama kami, tapi kemudian kami ingat tujuan kami mencari rumah ini adalah untuk memberikan tempat hunian dan tempat tumbuh bagi kami sekeluarga. Ya untuk anak maupun untuk saya dan suami.
Hal inilah yang mendorong kami untuk memilih Caelus sebagai pilihan terakhir. Selain desain rumah, konsep lingkungan yang dimiliki Caelus ini amat menarik. Merupakan bagian dari Cluster Greenwich Park, yang memiliki 6 km connectivity path yang menghubungkan antara cluster yang ada di dalamnya. Sehingga untuk berjalan kaki atau bersepeda di dalam cluster ini masih sangat nyaman.
Selain itu Cluster Greenwich Park ini akan dilengkapi dengan 3 clubhouse yaitu Phi Phi Club yang ditujukan untuk anak – anak, Bora Bora Resortainment yang ditujukan untuk penghuni remaja dan dewasa muda, serta Barbuda Club yang ditujukan untuk mereka yang lebih dewasa atau yang butuh ketenangan. Saya pikir keberadaan 3 clubhouse ini bisa menunjang tumbuh kembang dan pergaulan anak saya nanti. Dia bisa bermain dan bersenang – senang di tempat yang sesuai dengan jenjang umurnya. Karena kadang suatu perumahan hanya menyediakan fasilitas yang cocok untuk anak dan keluarga, sehingga begitu mereka memasuki usia remaja mereka bosan dan mencari area hiburan lain.
Sambil melihat layout area Cluster Caelus nanti, kami bisa melihat bahwa jumlah unit yang ada di cluster ini tidak terlalu banyak, sehingga tidak terlalu banyak kendaraan yang lalu lalang masuk ke area cluster. Sehingga anak – anak masih bisa dengan aman bermain di jalanan depan rumah tanpa takut akan tertabrak mobil. Saya mulai teringat memory masa – masa bermain di jalan depan rumah, saya harap anak saya nanti akan memiliki memory indah yang sama dengan yang saya rasakan.
Sales kemudian menjelaskan konsep rumah di Cluster Caelus, konsep desain tropis kontemporer berhasil diterapkan secara manis oleh Denny Gondo, dari Studio Air Putih yang mendesain seluruh rumah di Cluster Caelus ini. Bukaan – bukaan yang lebar membuat rumah menjadi lebih terang dengan sirkulasi udara yang lancar dan menciptakan suasana yang lebih akrab antar penghuni rumah. Ada 2 fitur utama dari rumah ini yang menarik perhatian saya. Yang pertama adalah Sky Balcony, teras yang berada di lantai 1 rumah, sehingga posisinya lebih tinggi dari jalan raya di depan rumah. Setiap rumah memiliki sky balcony dengan level ketinggian yang sama, sehingga seakan – akan kita punya koridor bersama, namun tetap memiliki batas privasi. Menurut sales, konsep ini diterapkan untuk untuk memperlancar sosialisasi dan mencairkan hubungan antar tetangga supaya tercipta suasana yang “guyub” dan hangat. Hal ini yang membuat hati saya terasa lebih hangat.
Fitur lain yang menarik juga adalah keberadaan Attic Room yang beratap kaca. Ruangan ini sebenarnya merupakan antitesis dari keterbukaan yang dihadirkan di ruangan lain di rumah ini. Attic room ini dibuat untuk mereka yang ingin sedikit menyendiri, menjauh sejenak dari keriuhan yang ada di rumah, memberi waktu untuk men”charge” diri kita. Kadang – kadang manusia perlu untuk sedikit menjauh dari manusia lain, untuk memberikan ketenangan bagi tubuh dan pikirannya.