Penulis: Andria Harahap | Editor: Ratna MU Harahap
Sejak awal abad ke 16, Opera sudah menjadi hiburan bagi kaum menengah atas, terutama di benua Eropa. Sejak saat itu, pembangunan gedung Opera pun marak dilakukan. Tentu saja ada kesulitan sendiri untuk membangun gedung Opera, karena selain harus memiliki nilai seni, harus juga diperhatikan dari segi teknis dan kebutuhan akustik.
Kali ini saya ingin mengajak Observer untuk melihat gedung-gedung opera yang terkenal di dunia.
Palais Garnier, Paris
Palais Garnier didesain oleh Charles Garnier, arsitek muda berusia 35 tahun yang menjadi pemenang kompetisi untuk mendesain gedung opera di Paris pada tahun 1958. Desain yang ia ajukan memang sangat extravagant dan meriah dengan gaya ekletik yang sangat populer pada masa itu. Ia terinspirasi dari beragam desain, mulai katedral bergaya barok, kuil yunani sampai vila dengan desain renaisans, Ia juga menjadi pelopor penggunaan material yang pada masa tersebut baru digunakan baja dan kaca. Ia menjelaskan bahwa gaya arsitektur yang diterapkan olehnya adalah gaya Napoleon III.
Pada masa pembangunan, para pekerja menemukan bahwa ternyata di bawah lahan yang akan dibangun terdapat mata air dengan level yang tinggi, yang akan mengancam terhambatnya pembangunan. Namun, Garnier berhasil mengatasinya dengan menciptakan pondasi ganda dan mempertahankan mata air tersebut sebagai cadangan jika terjadi bahaya kebakaran.
Dari beberapa urban legend yang beredar, disebutkan bahwa Palais Garnier ini terinspirasi dari cerita Phantom Opera yang diadaptasi dari novel Gaston Leroux yang beredar pada tahun 1910
Teatro Colón, Buenos Aires
Teatro Colón, merupakan gedung opera pertama di Amerika Selatan dan merupakan simbol dari kebangkitan Argentina. Pada masa itu banyak pendatang dari Eropa, terutama dari negara Italia dan Spanyol yang berimigrasi ke Buenos Aires.
Arsitek dari Teatro Colón ini, yaitu Francesco Tamburini, Vittorio Meano dan Julio Dormal juga merupakan imigran dari Eropa, dan dalam merancang bangunan ini mereka banyak memasukan unsur sejarah dan desain dari budaya Italia, Jerman dan Prancis.
Teatro Colón dibuka untuk umum pada tahun 1908, dengan pementasan perdana Aida dari Giuseppe Verdi.
Teatro Colón diklaim memiliki akustik terbaik di dunia, walaupun Luciano Pavarotti mengatakan bahwa sisi akustik ini merupakan mimpi buruk untuk para performer karena saking sempurnanya akustik gedung ini, jika penyanyi mengeluarkan sedikit saja nada fals maka penonton akan bisa langsung menyadarinya.
Metropolitan Opera House, New York City
Gedung opera ini merupakan gedung opera paling prestisius di Amerika Serikat. Pertama kali dibangun tahun 1883, sampai akhirnya pindah di lokasi sekarang pada tahun 1966.
Awalnya arsitek Wallace K Harrison mendesain gedung ini dengan atrium yang besar dengan ornament patung-patung raksasa. Namun akhirnya desain ini disederhanakan, aksen yang terlihat jelas adalah beranda-beranda bertiang beton dan dinding putih bertekstur kasar sebagai lapisan luar.
Bagian teater nya sendiri sangat impresif, dengan panggung yang bisa berputar, basement lima lantai, dan mural raksasa karya Marc Chagall yang saat ini bernilai $20 juta.
Memiliki 3.850 bangku penonton membuat Metropolitan Opera House New York menjadi gedung opera terbesar di dunia, sekaligus juga sebagai gedung opera dengan teknologi terkini yang selalu menimbulkan kekaguman para penonton.
Sydney Opera House, Sydney
Sydney Opera House merupakan salah satu dari gedung opera yang sudah didesain secara modern dan merupakan satu dari sedikit bangunan yang akan selalu menjadi icon tanpa melihat waktu dan zaman. Walapun dalam pembangunannya banyak kendala yang terjadi, mulai dari budget yang membengkak, aksi mogok pekerja, perubahan dari sisi desain dan teknis dan bahkan pengunduran diri dari arsiteknya, Jørn Utzon. Bahkan ternyata gedung Sydney Opera House yang kita lihat sekarang ini sangat berbeda dengan rancangan awalnya.
Walaupun baru dibuka pada tahun 1973, tapi sudah banyak performer yang mengadakan pertunjukkan secara tidak resmi disana. Namun, performer pertama yang tercatat melakukan pertunjukan di Sydney Opera House adalah Paul Robeson ketika ia memanjat scaffolding dan menyanyikan lagu Ol’ Man River untuk para pekerja konstruksi yang sedang makan siang.
Pada tahun 2003, Utzon dianugerahi penghargaan prestisius Pritzker Architecture Prize. Sydney Opera House sendiri dideklarasikan sebagai UNESCO World Heritage Site in 2007 dan Utzon menjadi orang kedua yang menerima penghargaan seperti ini. Orang pertama yang menerima penghargaan yang sama adalah Oscar Niemeyer, yang merupakan arsitek yang merancang kota-kota di Brazil.
Teatro alla Scala, Milan
Teatro alla Scala ini juga merupakan landmark Kota Milan. Bangunan ini merupakan bagian dari beragam aktivitas warga Milan, bahkan menurut penulis Mary Shelley, bangunan ini merupakan ruang tamu raksasa bagi warga dimana mereka melakukan beragam transaksi, mulai dari transaksi pacuan kuda sampai saham, yang dilakukan disela sela menonton opera.
Di masa keemasan opera, Teatro alla Scala merupakan tempat untuk pertunjukan premier dari komposer kelas dunia seperti Rossini, Verdi and Puccini.
Satu hal yang mencari ciri khas dari Teatro alla Scala adalah loggione – bagian upper gallery tempat menonton orang-orang yang membeli tiket termurah. Penonton setia atau biasa disebut loggionisti, mungkin merupakan penonton opera yang paling brutal dan tanpa belas kasihan. Pada tahun 2006, mereka menghina dan mengejek penyanyi tenor Roberto Alagna, sehingga akhirnya ia memutuskan turun dari panggung dan mengakibatkan penggantinya, Antonello Palombi, harus cepat-cepat menggantikan tanpa sempat berganti pakaian.
Royal Opera House, London
Gedung opera ini sudah berdiri sejak abad ke 18 di Covent Garden. Royal Opera House ini identik dengan komposer George Handel, yang banyak menulis dan menghasilkan karya khusus untuk dipertunjukkan di gedung ini. Ia pun mengadakan pertunjukan secara regular disini sampai akhirnya wafat pada tahun 1759.
Gedung opera ini sudah berhasil melewati 2 musibah kebakaran besar yang menghancurkan hampir seluruh bangunan gedung, sehingga akhirnya pemerintah melakukan rekonstruksi gedung opera baru yang didesain oleh Edward Middleton Barry, dengan konsep neoklasik. Sejak dibuka kembali pada tahun 1858, Royal Opera House menjadi landmark bagi Kota London sampai saat ini.
Lucunya, pada masa Perang Dunia I, bangunan ini sempat menjadi toko furniture, sementara pada masa Perang Dunia II bangunan ini menjadi sebuah dance hall bernama “Mecca”. Bangunan ini sempat terlupakan oleh public dan pemerintah, sampai akhirnya hak sewa atas gedung ini dibeli oleh produser music Boosey & Hawkes, yang kemudian membentuk sebuat team yang beranggotakan para ahli dan penggemar opera untuk membentuk The Royal Opera Co di tahun 1946 sehingga akhirnya gedung ini kembali berfungsi sebagai gedung opera.
Teatro Amazonas, Manaus
The Teatro Amazonas ini merupakan gedung opera yang paling menakjubkan, dimana pendirinya yaitu seorang miliuner yang dikenal sebagai “Raja Karet ” seakan-akan ingin menghadirkan kejayaan dan kecantikan seni Eropa ke tengah belantara Amazon
Material bangunan, termasuk marmer Carrara diimpor dari eropa, begitu pula dengan konsep desain dan interior yang dihasilkan oleh arsitek Celestial Sracadim yang merupakan gabungan dari gaya Barok, Renaisans dan Neoklasik, namun juga menhadirkan unsur Persia yang kental dengan atap kubah besar berhiaskan mosaic.
The Teatro Amazonas diresmikan pada tahun 1897 dengan pertunjukan La Giocondo yang dibintangi oleh Enrico Caruso. Desas desus yang beredar mengatakan bahwa pemilik gedung ini membangun gedung opera yang sangat mewah supaya para performer terkenal dari Eropa mau datang dan melakukan pertunjukan di tengah hutan belantara ini.
Gedung opera ini sempat berhenti beroperasi dan terbengkalai, namun sejak kisahnya diangkat ke dalam film Fitzcarraldo karya Warner Herzog pada tahun 1982, pemerintah akhirnya melakukan rekonstruksi atas gedung opera ini. Pada tahun 1997, The Teatro Amazonas kembali beroperasi, dan menjadi basis utama dari Amazonas Philharmonic Orchestra. The Teatro Amazonas juga secara rutin menggelar acara Amazonas Opera Festival setiap tahun.
Nah, di Indonesia sendiri gedung pertunjukan yang benar-benar layak untuk sebuah pementasan opera bisa dihitung dengan jari, dan kebanyakan berlokasi di Jakarta. Ada Gedung Kesenian Jakarta, Teater Besar dan Teater Kecil yang berlokasi di Taman Ismail Marzuki, Graha Bakti Budaya dan Ciputra Artpreneur Theatre.
Mudah-mudahan di masa yang akan datang, akan lebih banyak gedung pertunjukan yang dibangun di kota-kota lain, supaya penikmat seni di seluruh Indonesia bisa menikmati pertunjukan kesenian yang bermutu secara langsung.