Penulis: Christopher Rahardja| Editor: Ratna MU Harahap
Indonesia sekarang ini memang berkembang ke arah modern, maka tak heran banyak pemahaman dari masyarakatnya juga sudah mulai terbuka. Hal yang dianggap dahulu tabu, kini sudah menjadi lifestyle kebanyakan orang.
Contoh sederhana, dahulu wanita di umur 20an sudah dianggap perawan tua apabila belum menikah. Tapi sekarang ini wanita yang sudah atau yang sudah berusia lebih dari 30 tahun tidak menikah pun dianggap biasa.
Pada dasarnya manusia mempunyai 2 naluri utama, yaitu mempertahankan diri dan juga mempertahankan spesiesnya atau bereproduksi.
Dari naluri inilah kemudian ada sebuah lembaga yang kita kenal sekarang sebagai lembaga pernikahan, ketika menikah manusia diakomodir dua naluri utama itu tadi. Baik itu mempertahankan diri dan juga spesiesnya, hidup berpasangan akan merasa nyaman karena mempertahankan diri akan menjadi lebih mudah bila ada pasangan, begitu juga untuk meneruskan spesiesnya yaitu anak.
Terlebih Indonesia yang dulu negara agraris, menjadikan anak sebagai tenaga kerja murah dan mudah didapat maka ada istilah “Banyak anak banyak rezeki” namun berjalannya waktu, negara agraris yang diagungkan berubah menjadi negara industri, negara bisnis yang memerlukan pendidikan yang tinggi untuk anak-anak yang dilahirkan.
Biaya-biaya membesarkan anak ini kalau dikalkulasikan secara materi ternyata bisa merugi, karena anak zaman sekarang tidak lagi membantu orang tuanya ke sawah, ladang atau kebun yang luas untuk mendapatkan profit. Namun mereka hanya rebahan sambil main gadget, dan menghabiskan waktu sambil nongkrong tanpa arah tujuan, lulus sekolah pun menjadi beban keluarga dengan title pengangguran.
Jadi memiliki banyak anak di zaman modern adalah kesulitan tersendiri, banyak masyarakat mengeluh dan ketakutan ketika keturunannya tidak mendapatkan kehidupan yang terbaik. Maka banyak keluarga yang memilih untuk memiliki anak 2 saja sesuai program Keluarga Berencana (KB) yang sudah didengungkan sejak jaman Orde Baru.
Tentu melihat hal itu semua, seperti factor psikologis, ekonomi dan factor lingkungan, dalam kehidupan modern yang semakin berkembang. Wanita dimasa modern, hidupnya bisa setara dengan lelaki.
Baik jabatan, kekayaan bisa saja wanita lebih baik kedudukannya dibandingkan lelaki. Dari sini, mereka mulai berfikir karier yang mereka bangun akan terhenti ketika ia mempunyai anak! Disinilah timbul fenomena childfree, terhadap wanita karir di seluruh dunia termasuk di Indonesia.
Karena dengan hamil dan melahirkan, promosi jabatan di tempat kerja yang ia terima akan terhambat. Ini adalah kesulitan klasik para wanita, dan untuk mengatasinya adalah dengan tidak memiliki anak.
Semakin banyaknya wanita yang berkarir dengan posisi penting, semakin banyak juga wanita yang tidak ingin memiliki anak. Walau dalam hal ini ditengah konservatifnya masyarakat Indonesia menjadi childfree akan mendapatkan stigma negatif, namun berjalannya waktu fenomena ini akan semakin marak dan mungkin saja pernikahan menjadi bukan hal yang penting lagi dalam kehidupan masyarakat.Sejak era pandemi dimulai setiap orang terbiasa dengan kenyamanan melakukan aktifitas yang tidak membutuhkan hubungan sosial.
Apalagi di masa depan nanti robot akan banyak membantu manusia, termasuk dalam urusan seks. Bagaimana menurut Observers mengenai fenomena ini?