Penulis: Santi Apriani | Editor: Ratna MU Harahap
Setelah sebelumnya kita mengetahui beragam tradisi ekstrem versi wanita (baca: Beragam Tradisi Ekstrem Wanita di Dunia. Mengagumkan atau Menyeramkan?) bagaimana jika kita menuntaskan ke-kepo-an kita mengenai tradisi esktrem di Dunia? Tapi kali ini tradisi ekstremnya dilakukan para pria.
1. Ritual Kejantanan, Suku Sambia – Papua Nugini
Sebagai tanda telah tumbuh dewasa, Suku Sambia, Papua Nugini mewajibkan para penduduk laki-lakinya untuk meminum cairan sperma, dari anggota suku yang berjenis kelamin lelaki dan sudah dewasa.Ritual yang wajib dilakukan oleh anak laki-laki yang menginjak usia 7 tahun ini bertujuan untuk melancarkan pertumbuhan, dan menambah kekuatan anak tersebut.
Begitu memasuki usia sakral, para anak laki-laki itu akan mulai hidup terpisah dari ibunya dan tinggal di sebuah gubuk yang semua penghuninya adalah laki-laki.
Bagi Suku Sambia, laki-laki yang baru lahir dikuasai ‘tingu’ yang dipercaya meredam kekuatan seorang pria. Tingu perempuan yang sudah menstruasi diyakini menjadi kutukan untuk pria dewasa. Satu-satunya cara untuk memusnahkan tingu perempuan adalah dengan meminum cairan sperma pria dewasa.Maka dari itu, untuk menghilangkan tingu dalam tubuh, anak laki-laki harus melakukan upacara pertumpahan darah yang menjadi pembuka ritual kedewasaan ala Suku Sambia.
Untuk melakukan ritual kejantanan ini, anak laki-laki di Suku Sambia harus menjalani penyedotan darah dari hidung dengan menusukkan kayu atau rumput yang runcing, hingga darah dari hidung mereka mengalir deras. Darah yang mengalir deras dari hidung sang pria itu dianggap sebagai tingu yang menempel di jiwa laki-laki tersebut. Setelah melakukan ritual pertama, mereka harus menelan air mani dari pria dewasa.
Dengan melakukan hal tersebut, Suku Sambia meyakini tingu yang layu itu akan kembali kuat ketika mereka meminum air mani.
2. Melompat dari Ketinggian, Suku Vanuatu – Pulau Pantecost
Nagol merupakan tradisi ekstrem yang dilakukan oleh Suku Vanuatu di Pulau Pantecost. Pria yang ingin menunjukkan kedewasaannya harus berani memanjat ke atas menara dan melompat ke bawah tanah hanya dengan bermodalkan seutas tali yang dibuat dari tanaman rambat.
Bahkan, mereka juga tak mengenakan pelindung apapun. Oleh sebab itu, ritual ini sangat ekstrem karena bisa saja mengancam nyawa. Meski terbilang ekstrem, ritual nagol bukanlah kegiatan biasa. Tradisi ini diadakan setiap tahun untuk menunjukkan kedewasaan para pria Vanuatu.
3. Ritual berdarah saat rayakan Asyura, muslim Syiah
Sejumlah muslim Syiah mencambuk dirinya sendiri dengan pisau berantai selama memperingati Hari Asyura. Mereka menganggap aksi melukai diri ini sebagai ibadah mulia untuk mengenang kematian cucu dari Nabi Muhammad SAW, Husain bin Ali dalam pertempuran Karbala pada 61 H.
Tradisi ini dipraktikkan oleh semua kelompok umur, mulai anak-anak hingga orang dewasa. Ritual ini juga dilakukan oleh rakyat Iran, Bahrain, India, Lebanon, Irak dan Pakistan.
4. Festival Hindu Thaipusam, Suku Tamil – India
Umat Hindu merayakan Festival Pierpings Hindu Thaipusam selama perayaan hari raya keagamaan Thaipusam. Mereka melakukan ritual ini untuk menyatakan pengabdian kepada Tuhan mereka. Ritual ini dilakukan dengan menusuk beberapa bagian tubuh mereka, termasuk lidah.Ritual ini dilakukan oleh Suku Tamil, berbagai pernak-pernak menyakitkan menghiasi tubuh mereka selama perayaan berlangsung.
5. Melompati Banteng, Suku Karo – Ethiopia
Suku Karo di Ethiopia memiliki ritual ekstrem yang dilakukan oleh para pria untuk membuktikan kejantanan mereka. Peserta diminta untuk melompati seekor banteng yang mengamuk dengan mengenakan baju ulang tahunnya. Tidak peduli seberapa tua usianya, pria dewasa yang tidak mengikuti tradisi ini akan tetap dicap sebagai anak-anak. Itu tandanya dia dianggap belum pantas untuk menikah.
Namun, beberapa pria tetap melangsungkan pernikahan, tanpa terlebih dulu mengikuti ritual ini. Perlu diketahui bahwa menurut hukum Karo, bayi yang lahir sebelum ayah mereka berpartisipasi dalam ritual inisiasi ini dianggap anak haram, dan berdasarkan hukum Karo pula, anak haram tidak diperbolehkan untuk hidup. Anak itu diperbolehkan untuk hidup jika sang ayah telah menjalani ritual ini.
6. Berburu Raja Hutan, Suku Maasai – Afrika
Suku Maasai mewajibkan anak laki-laki mereka untuk berburu singa, hanya dengan menggunakan tombak dan perisai. Di masa lalu, anak laki-laki diminta untuk berburu sendirian. Namun, karena populasi singa terus menurun, tradisi ini telah berubah, dan saat ini anak laki-laki dari suku Maasai diminta berburu dalam kelompok.
Berburu singa adalah aksi yang sangat berbahaya, dan karena itu memiliki unsure berbahaya, kegiatan ini dianggap cocok untuk ritual kejantanan bagi anak laki-laki suku Maasai. Ketika anak laki-laki suku Maasai berburu singa, mereka telah menunjukkan keberanian mereka. Namun, suku Maasai tidak berburu singa yang terluka atau lemah. Juga, mereka tidak berburu singa betina karena mereka diyakini sebagai pemberi kehidupan.
7. Modifikasi Kulit, Suku Sepik – Papua Nugini
Suku Sepik di Papua Nugini menganggap buaya sebagai makhluk yang sangat suci. Mereka mengklaim memiliki hubungan spiritual dan budaya dengan reptile berbahaya ini. Oleh karenanya, suku Sepik mendorong para pemudanya untuk menyelesaikan ritual menyakitkan, yang dirancang untuk mengubah kulit tubuh mereka menjadi mirip dengan kulit buaya.
Dengan menggunakan pisau cukur, tetua suku akan menyayat kulit para pemuda. Proses menyakitkan ini menghasilkan pola indah yang sangat mirip dengan kulit buaya. Untuk melengkapi ritual tersebut, para tetua kemudian menaruh abu pada luka yang menganga. Setelah upacara selesai, para pemuda itu dinyatakan sebagai pria sejati.
8. Diberi Racun, Suku Matis – Brasil
Ritual kedewasaan Matis dari empat fase yang sangat menyakitkan. Pada tahap pertama, racun diteteskan pada mata pria muda. Suku Matis percaya bahwa hal tersebut akan membantu meningkatkan indera penglihatan anak laki-laki mereka. Tahap kedua dan ketiga melibatkan siksaan fisik, tubuh para pemuda akan dicambuk dan dipukuli berulang kali.
Pada tahap akhir, para pemuda disuntik dengan racun Kampo, yang diekstrak dari katak monyet. Kampo tidak bersifat halusinogenik, meskipun dapat menyebabkan respon psikologis yang ekstrem. Selain itu, racun ini juga dapat menyebabkan berbagai efek pada tubuh seperti muntah dan gerakan usus yang tak terkendali. Suku Matis sangat percaya bahwa Kampo mampu meningkatkan daya tahan dan kekuatan anak laki-laki mereka, dan membuat mereka menjadi pria sejati dan pemburu yang mahir.
9. Modifikasi Penis, Suku Unambal – Aborigin, Australia
Agar anak-anak laki-laki dari suku Unambal disebut pria sejati, mereka perlu menjalani siksaan fisik yang ekstrem. Para tetua suku akan memotong kulit dari berbagai bagian tubuh seorang anak laki-laki, termasuk pantat, dada, lengan, dan bahu. Kemudian, mereka akan menaruh pasir di atas luka yang belum mongering itu. Hal ini sengaja dilakukan agar luka dapat menghasilkan bekas luka yang indah, setelah itu telah benar-benar sembuh.
Suku Unambal juga mengharuskan anak laki-laki di sukunya untuk menjalani sunat. Namun, ritual itu tidak berakhir di sana. Setelah mereka memiliki jenggot, mereka diwajibkan untuk menjalani prosedur menyakitkan, di mana bagian bawah penis mereka dipotong terbuka dari dasar hingga ke lubang kencing. Suku Unambal percaya bahwa dengan melakukan ritual yang tampaknya menyiksa ini akan membuat penis mereka lebih menarik dan lebih ringan.
10. Memburu Kepala Musuh, Suku Dayak
Ngayau adalah kegiatan berburu kepala dengan cara memenggal kepala musuhnya dan membawa ke rumah selayaknya piala. Kemampuan supranatural tersebut untuk menyelesaikan masalah-masalah besar seperti wabah penyakit, mengusir roh jahat, tolak bala, dan juga meminta hasil panen melimpah.
Seorang anak yang ayahnya dibunuh akan membalaskan dendam pada keluarga pembuhun dengan mengambil kepalanya dan membawanya ke rumah. Hal ini ditanamkan secara turun temurun pada anak-anak Suku Dayak. Anna Durin dan kawan-kawan dalam jurnal berjudul Pengaruh Ngayau atau Head hunting dalam Penciptaan Motif-Motif Tekstil Pua Kumbu Masyarakat Iban Sarawak (2011) menyebutkan bahwa seorang pemuda Suku Dayak harus melakukan ngayau agar dapat membanggakan keluarga dengan menyandang gelar Bujang Berani. Setelah menyandang gelar tersebut, barulah ia dapat menikahi gadis pilihannya.
Perburuan kepala tidak dilakukan sendiri-sendiri melainkan dalam kelompok kecil ataupun kelompok besar. Dilansir dari The Culture Trip, orang Dayak Iban akan memenggal kepala musuh saat masih hidup untuk mempertahankan semangatnya karena kepala dari jiwa yang telah mati dianggap tidak berharga bagi mereka.
Rambut dari kepala hasil ngayau akan digunakan sebagai hiasan perisai dan juga gagang pedang. Kepala-kepala hasil ngayau akan dikeringkan dan digantung di rumah sebagai tanda keberanian, kebanggaan keluarga, juga kekuatan magis untuk menangkal bala. Perburuan kepala Suku Dayak berhenti setelah dilarang pada Rapat Damai Tumbang Anoi tahun 1894, hal ini membawa ketenangan antar penduduk Kalimantan. Hingga kini tradisi berburu kepala Ngayau sudah tidak dipraktikan lagi oleh orang-orang Suku Dayak, namun masih ada rumah yang menyimpan kepala-kepala hasil Ngayau keluarga mereka terdahulu.
Jika sebelumnya tradisi yang dilakukan wanita kebanyakan untuk kecantikan, tradisi pada pria kebanyakan berhubungan dengan kejantanan yang dilakukan tradisinya pada saat masa transisi menuju usia dewasa. Menurut Observer tradisi mana yang paling ekstrem? Jujur saat saya menulis mengenai tradisi-tradisi ini kadang membuat bergidik namun juga membuat tercengang.
Source & Refrence :