Beberapa hari yang lalu saya kebetulan nonton sebuah film serial, yang menceritakan seseorang yang terjebak dan hampir mati di rumahnya sendiri, karena terjepit barang – barang yang ditimbunnya. Yap.. hampir mati loh, untung sang super hero segera beraksi dan berhasil membebaskannya.
Disitulah saya melihat fenomena Hoarder atau Penimbun Barang yang sangat ekstrim. Hoarder atau penimbun barang ini adalah orang-orang yang memiliki kecenderungan menyimpan dan menumpuk harta benda mereka. Ada kesulitan dalam diri untuk membuang benda tersebut, terlepas besar kecil nilai dari harta tersebut.
Berbeda dengan kolektor yang menyimpan dan merawat rapi barang mereka, Hoarder mengumpulkan berbagai macam barang, dan hanya disimpan saja, tanpa dirapikan apalagi dibersihkan.
Biasanya kalau ditegur akan keluar kalimat “Siapa tahu nanti butuh, ga susah lagi nyarinya” atau “Itu benda yang punya banyak kenangan, jangan dibuang.” Kemudian yang terjadi adalah barang menumpuk dimana – mana.
Dalam kasus ekstrim yang saya tonton di TV itu, bahkan orang sudah tidak bisa masuk lewat pintu depan, karena semua ruangan sudah tertutup oleh barang. Ruangan – ruangan di rumah sudah kehilangan fungsinya karena sudah penuh dengan barang. Barang yang dikumpulkan juga beragam, mulai dari kaleng dan boks bekas, baju, sepatu, kertas, boks makanan, bahkan sampai ke makanan dan kosmetik yang pasti sudah lewat tanggal kadaluarsanya. “Yiekss…”
Kondisi ini selain mengganggu kesehatan juga dapat membahayakan jiwa. Yang paling sering terjadi adalah kebakaran. Api mudah sekali menyebar karena begitu banyak barang disana, petugas akan sulit untuk memadamkan dan menyelamatkan karena akses mereka untuk masuk tertutup sama sekali.
Yang lebih parah lagi, selain Hoarder/Penimbun Barang, sekarang ada juga Animal Hoarder atau penimbun binatang. Animal hoarder adalah orang yang gemar mengumpulkan hewan, tidak peduli bagaimana cara ia mendapatkannya. Namun mereka tidak mampu mengukur kemampuan diri mereka sendiri baik secara mental maupun finansial. Imbasnya adalah perlakuan buruk pada setiap hewan yang mereka kumpulkan.
Rata – rata pengidap gangguan kejiwaan ini sangat protektif pada setiap hewan yang ia klaim sebagai miliknya. Kebanyakan hewan ini hanya akan dikurung dalam kandang atau dirantai pada sebuah lingkungan tertutup. Tentu hal ini sangat kontradiktif jika dikaitkan dengan kampanye tentang hak kesejahteraan hewan peliharaan yang selalu digaungkan oleh para aktivis pemerhati satwa.
Ya, mungkin Observer bukan termasuk dari salah seorang hoarder ini, tapi pasti Observer kenal seseorang yang memiliki gejala tersebut, mungkin teman, tetangga atau bahkan orangtua Observer sendiri! Menurut sebuah penelitian, orang lanjut usia lebih rentan menjadi hoarder karena mereka tidak mau melepas barang yang dianggap memiliki kenangan. Kebiasaan buruk ini juga bisa disebabkan oleh faktor lingkungan keluarga, depresi, “attention deficit disorder”, hingga trauma masa lalu. Mungkin dulu dia orang yang sulit membeli barang, sehingga dia tidak bisa dengan mudah melepas barang yang dimilikinya. Bila dibiarkan, mereka bisa menjadi kesepian dan mengisolir diri dari orang – orang.
Apa yang bisa kita lakukan ya?
Hmm sebagai langkah awal Observer bisa membantu dengan mengatur dan mengorganisir barang – barang mereka (biasanya seorang Hoarder juga cenderung memiliki sifat yang labil, susah mengambil keputusan, dan kesulitan mengorganisir); bantu buang atau menyumbangkan barang yang semisal sudah tak pernah dipakai selama sepuluh tahun terakhir. Jangan lupa tanyakan dulu apakah boleh barang ini dibuang/disumbangkan.
Tapi apabila sudah terlanjur parah, mungkin Observer harus minta bantuan psikolog atau psikiater layak dipertimbangkan, supaya mereka bisa mendapatkan penanganan yang tepat untuk menghilangkan kebiasaan buruk ini.