Penulis: Firsa Amanda | Editor: Ratna MU Harahap

Dalam waktu kurang dari 24 jam setelah perilisan, internet sudah dipenuhi dengan berbagai ulasan dari para kritikus musik. Salah satunya dari Lindsay Zoladz di New York Times yang menyebut album ini “luas dan seringkali terlalu narsis” serta “penuh dengan lirik rinci yang akan membuat para penggemar senang menafsirkannya”. Namun, sebagai penggemar berat Taylor Swift, penulis artikel ini mempertanyakan “kesenangan” seperti apa yang dimaksud dalam mendengarkan dan mengulas album tersebut dalam waktu yang sangat singkat. Dia menganalogikannya seperti “begadang hingga subuh hanya untuk mendengarkan album tersebut, seperti sedang bergegas menyelesaikan tugas kuliah”. Lindsay Zoladz merasa proses mendengarkan dan mencerna album yang begitu banyak isinya (karena ditambah 15 lagu antologi) dalam waktu kurang dari 24 jam bukanlah sesuatu yang menyenangkan atau ideal. Melakukannya dengan terburu-buru seperti itu justru merusak kesenangan dan proses menghayati musik itu sendiri.

Bukan hanya para kritikus musik profesional saja yang berkontribusi dalam fenomena memberikan ulasan musik secara terburu-buru. Di era digital sekarang, budaya ulasan musik jauh lebih masif daripada sekedar pendapat dari kritikus. Di forum online, siapa pun yang memiliki smartphone bisa langsung menuangkan pikirannya tentang sebuah album baru begitu dirilis. Banyak yang menuliskan opininya dengan harapan agar pemikirannya diperhatikan oleh algoritma media sosial. Untuk menghindari bocoran atau spoiler, para penggemar (atau penikmat musik yang penasaran) harus benar-benar menjauhi media sosial atau langsung mendengarkan album baru tersebut – yang sama sulitnya seperti berusaha menelan burger utuh dalam satu gigitan. Tidak ada kesempatan untuk benar-benar menikmati dan menghayati musik tersebut, tidak ada waktu bahkan untuk merasakannya secara utuh. Situasi seperti ini, di mana kita merasa terdorong untuk segera memberikan ulasan musik tanpa proses mencerna yang memadai, terasa sangat melelahkan. Seolah-olah kita tidak bisa benar-benar menikmati pengalaman mendengarkan musik baru karena terburu-buru dalam memberikan penilaian dan opini.

Meski begitu, ulasan tetap bermunculan di hari yang sama, terlepas dari harus begadang atau tidak untuk mencerna album tersebut. Beberapa ulasan cukup dipertimbangkan, seperti dari Chris Willman di Variety yang mengatakan album ini “terasa seperti sensasi rasa yang menembus ke otak dan memberikan response rasa seketika. Namun, ulasan lain terasa seperti sudah ditulis sebelumnya dan terdengar konyol.

Salah satu contoh ulasan yang mengundang kritik adalah dari penulis anonim di Paste Magazine. Dengan tidak mencantumkan nama demi “keamanan”, penulis tersebut justru membuka ulasannya dengan hinaan yang membandingkan album Swift dengan tragedi Sylvia Plath. Baru setelah 700 kata, penulis anonim ini membahas substansi album. Jika ingin melontarkan hinaan keras kepada seorang artis, setidaknya mencantumkan nama untuk bertanggung jawab atas tulisan tersebut. Selain itu, gaya penulisan ulasan yang seperti ini, yang menghabiskan ratusan kata untuk menghina sebelum akhirnya membahas album itu sendiri, dinilai tidak produktif dan tidak profesional.

Kritik lain datang dari Spencer Kornhaber di The Atlantic yang menyebut Swift “mengalami masalah kontrol kualitas”, mengulang pernyataan publikasi lain seperti New York Times yang menyatakan Swift “perlu seorang editor”. Namun, terdapat ironi ketika menyatakan hal tersebut dalam ulasan yang dirilis tidak lebih dari 12 jam setelah album itu sendiri dirilis. Demikian pula, Rob Sheffield dari Rolling Stone menyebut album tersebut sebagai “KLASIK INSTAN” dan menyebutnya “sangat ambisius”. Pertanyaannya, apakah mungkin para kritikus itu benar-benar telah mencerna sepenuhnya album dobel berdurasi dua jam dengan 31 lagu dalam waktu sesedikit itu? Penetapan cepat seperti ini justru mendiskreditkan hakikat pujian dan kritik itu sendiri.

Mungkin saja para kritikus ini hanya berupaya bergabung dalam percakapan secara lebih cepat untuk memuaskan penggemar ganas Swift, yang telah tumbuh ketingkat masif dan ekstrim dalam beberapa tahun terakhir. Begitu album baru dirilis, para penggemar tidak lagi hanya duduk diam mendengarkan. Mereka bersenjata dengan teori, siap menangkap screenshot lirik yang mereka yakini menjawab pertanyaan membakar: Tentang siapa lagu ini? Apakah bait itu terhubung dengan bait lain dari album berbeda? Siapa yang lebih baik dalam memproduksi, Jack Antonoff atau Aaron Dessner? Apakah mesin ketik yang disebutkan dalam lagu berjudul sama merujuk pada mesin ketik dari seorang kekasih yang terkenal? Kebutuhan untuk memuaskan basis penggemar besar inilah yang mungkin mendorong kritikus untuk terburu-buru memberikan penilaian dan ulasan.

Pertanyaan-pertanyaan ini tanpa ragu merupakan hasil dari hubungan parasosial yang dibangun oleh Swift dengan audiensnya. Namun, apakah kita telah terlalu terjerat dalam kisah mantan kekasihnya? Ini tidak hanya merupakan spekulasi dari amatir. Publikasi terkemuka, mulai dari Time Magazine hingga The Philadelphia Inquirer, ikut serta dalam spekulasi tersebut. Sementara saya mendukung meme yang bagus, pertanyaan-pertanyaan aneh tentang kehidupan romantis Swift dan jawaban cepat untuk mereka dalam bentuk teks, artikel, dan tweet—“Ini tentang Matty Healy! Tunggu, mungkin Harry Styles! Tidak, jelas Travis Kelce!”—mengurangi pengalaman mendengarkan musik dan mengabaikan nuansa dari musik itu sendiri.

Alih-alih terburu-buru mengkritik atau menilai sebuah karya musik begitu dirilis, kita disarankan untuk memberi waktu, mendengarkan dengan seksama, mencerna dan memahami karya tersebut secara lebih utuh terlebih dahulu. Baru setelahnya kita dapat memberikan penilaian atau kritik yang adil dan bermakna sebagai seorang penikmat musik sejati.

Fokuslah kritik pada musik nya terlebih dahulu dan jangan mencampurkannya dengan kehidupan pribadinya. Setelah ulasan musik selesai barulah beri ruang pada media gosip dan mereka yang FOMO dengan kehidupan idolanya mulai beraksi.

Source: Bloomberg

About Author

The Observer magazine

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *